G24NEWS.TV, JAKARTA – Bagaimana asal muasal tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu di Indonesia, apakah hanya berkaitan dengan rasa sayang pada ibunda? Simak sejarahnya ya.
Kita kembali ke tanggal 22-25 Desember 1928, pada hari itu di Yogyakarta diadakan Kongres Perempuan Indonesia I.
Kongres tersebut diikuti oleh para pejuang wanita dari Jawa dan Sumatera. Gedung Mandala Bhakti Wanitatama di jalan Adisucipto jadi saksi bisu berkumpulnya 30 organisasi perempuan yang berasal dari 12 kota di Jawa dan Sumatera.
Dari Kongres Perempuan ini lahirlah Kongres Wanita Indonesia atau Kowani. Inilah yang menjadi cikal bakal Hari Ibu di Indonesia.
Sejarah Hari Ibu
Jika ditarik mundur jauh lagi ke belakang, sejak 1912 di Indonesia sudah ada beberapa organisasi wanita. Melalui gerakan-gerakan perjuangan, M. Christina Tiahahu, Cut Nyak Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain secara tidak langsung telah merintis organisasi perempuan.
Agenda utama Kongres Perempuan Indonesia I adalah persatuan perempuan Nusantara, peranan dalam perjuangan kemerdekaan, kontribusi dalam berbagai aspek pembangunan bangsa, perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, pernikahan dini, dan lain sebagainya.
Pada Juli 1935, Kongres Perempuan Indonesia II dilaksanakan. Kongres ini membentuk BPBH (Badan Pemberantasan Buta Huruf) dan menentang ketidakadilan atas buruh wanita perusahaan batik di Lasem, Rembang.
Penetapan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu diputuskan 1938 saat Kongres Perempuan Indonesia III. Setelah itu, Hari Ibu mulai dirayakan setiap tahun yang mencapai puncaknya pada tahun 1953.
Saat itu sebanyak 85 kota di Indonesia dari Meulaboh sampai Ternate merayakannya dengan meriah. Namun, pemerintah sendiri menetapkan Hari Ibu sebagai hari nasional baru tahun 1959. Penetapan ini dikuatkan oleh Dekrit Presiden No 316 tahun 1959.
Makna Hari Ibu
Awalnya peringatan ini bertujuan mengenang semangat dan perjuangan para perempuan untuk memperbaiki kualitas bangsa. Misi tersebut menjadi semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk Bersatu dan bekerja bersama.
Ada beberapa contoh dari semangat ini, salah satunya peringatan 25 tahun Hari Ibu di Solo. Pada hari itu diadakan pasar amal yang keuntungannya untuk membiayai Yayasan Kesejahteraan Buruh Wanita dan beasiswa untuk anak perempuan.
Saat itu panitia juga mengadakan rapat umum yang menghasilkan resolusi meminta pemerintah mengendalikan harga bahan makanan pokok.
Peringatan Hari Ibu tahun 1950 dirayakan dengan pawai dan rapat umum yang menyampaikan kepentingan kaum perempuan secara langsung. Salah satu hal manis pada tahun tersebut adalah pertama kalinya wanita menjadi menteri. Presiden Soekarno mempercayakan Maria Ulfah menjabat posisi Menteri Sosial.
Tahun 1973 mencatat prestasi internasional untuk wanita Indonesia. Pada tahun tersebut Kowani menjadi anggota penuh International Council of Women (ICW). Posisi ini sangat membanggakan karena wanita Indonesia berperan sebagai dewan konsultatif kategori satu untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Peringatan Hari Ibu Masa Kini
Pada masa kini, peringatan Hari Ibu lebih berfokus kepada mengungkapkan rasa sayang dan terima kasih kepada ibu. Mulai dari memberikan bunga, memberikan hadiah, mengajak ibu jalan, sampai membebaskan ibu dari kegiatan domestik sehari-hari.
Dibandingkan dengan tujuan awal peringatan hari untuk para ibu ini, terlihat ada pergeseran makna. Jika dahulu peringatan ini untuk memperingati peran wanita dalam perjuangan, sekarang yang dirayakan adalah peran wanita dalam ranah domestik.
Walau maknanya terasa berkurang, tapi tidak ada salah kita tetap memperingati hari ini sebagai penghormatan kepada para wanita yang berperan banyak dalam berbagai elemen kehidupan.