Karya dan Gagasan

[ESAI] Menuju Pertarungan Politik 2024: Partai Politik Harus Pulang Ke Rumah Ideologis

355
×

[ESAI] Menuju Pertarungan Politik 2024: Partai Politik Harus Pulang Ke Rumah Ideologis

Share this article
Gambar Pancasila
Gambar Pancasila

Oleh: Rionimus Imanuel Nahak, Mahasiswa Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Juara Favorit Essay Competition Golkar Institute Februari 2023

PADA 1830-an di Eropa Barat muncul partai- partai politik dengan struktur organisasi yang jelas. Hal ini adalah wujud dari perkembangan demokrasi modern, yaitu demokrasi perwakilan

Orang-orang membentuk partai politik berdasarkan kesamaan pikiran dan kepentingan politik. Partai politik menjadi sarana kelembagaan untuk mengorganisasi peran politik dalam suatu negara demokratis (Huntington Samuel P, 2003: 472). 

Partai politik muncul karena kesadaran bahwa rakyatlah yang menentukan proses politik. Dengan menguatnya hak individu dalam politik demokrasi, partai politik menjadi sarana bagi rakyat dalam menentukan kebijakan publik. 

Hal ini terjadi karena memang pada saat itu pemerintahan dikuasai oleh kaum monarki yang sangat otoriter. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa partai politik adalah sarana penghubung antara rakyat dan pemerintahan.

Sebagai negara demokrasi, Indonesia tentunya memiliki partai politik. Partai politik di Indonesia merupakan salah satu infrastruktur politik yang meliputi keseluruhan kebutuhan di bidang politik dalam rangka pelaksanaan tugas yang berkenaan dengan asal mula, bentuk, dan proses pemerintah pada tingkat negara yang bertujuan untuk memperjuangkan kebenaran melalui kekuasaan (Syarif Kencana Inu dan Ashari, 2005: 75 dan 78). 

Partai dan Tingkat Kepercayaan Masyarakat 

Meski bertujuan untuk memperjuangkan kebenaran, partai politik di Indonesia saat ini tidak mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Setiap kali lembaga survei mengadakan survei tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga negara, partai politik selalu masuk dalam daftar terbawah, setelah DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). 

Dalam salah satu lembaga survei di Indonesia, yaitu Indikator Politik Indonesia yang dirilis pada 03 April 2022 menempatkan partai politik sebagai instansi dengan tingkat kepercayaan paling rendah, yaitu hanya 54,2 % di bawah DPR 61,2%. Sejak sepuluh tahun terakhir partai politik selalu menempati posisi paling bawah dengan tingkat kepercayaan paling rendah pada tahun 2017 yaitu hanya 39,2 % (bdk. Indikator, 2022: 15).

Data di atas merupakan suatu pukulan telak bagi partai politik di Indonesia. Padahal jika dilihat secara cermat, cita-cita partai politik sangat mulia. Partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008, Pasal 1, Ayat 1).

Dalam memperjuangkan dan membela kepentingan publik dan negara, partai politik juga telah melahirkan pemimpin-pemimpin berkualitas. Para pemimpin itu merupakan hasil dari pendidikan politik yang diberikan oleh partai politik. 

Lantas mengapa masyarakat tidak mempercayai instansi ini? Apakah partai politik sangat buruk di mata publik? Menuju pesta demokrasi, pertarungan politik 2024, partai politik memang harus banyak berbenah untuk mendapat simpati publik. Lantas, apa yang harus dilakukan partai politik agar memperoleh kepercayaan publik?

Mengapa Partai Politik Tidak Dipercayai Masyarakat?

Kebutuhan untuk percaya merupakan suatu konsep yang cukup sentral dalam filsafat, baik filsafat manusia maupun filsafat politik. Dalam konteks filsafat politik, kepercayaan merupakan suatu istilah tertua dalam pemikiran John Locke (1632-1704). 

Bagi Locke kepercayaan merupakan masalah fundamental bagi eksistensi manusia. Menurutnya manusia hidup di atas kepercayaan. Wujud paling sederhana dari hal ini adalah tindakan memberikan janji dan sumpah. 

Dalam pemerintahan kepercayaan ini juga sangat penting. Kepercayaan menjadi pengikat (inculum) bagi masyarakat (John Dunn, 1994: 71). Memang konteks pemikiran Locke berkaitan dengan kepercayaan adalah kepercayaan antara pemimpin dan rakyat begitupun sebaliknya. 

Namun, mengingat partai politik berperan penting dalam menentukan pemimpin negara, maka kepercayaan masyarakat terhadap partai politik merupakan sesuatu indikator yang sangat penting. Jika kepercayaan ini hilang maka akan muncul berbagai prasangka negatif sehingga kehidupan politik dalam negara akan terganggu.

Sebagai salah satu instrumen politik, partai politik tentunya mendapatkan banyak sorotan. Aktivitas politik yang dilakukan oleh para kader partai tidak akan pernah luput dari sorotan kamera. Hal ini membuat partai politik mudah dikenali dan dinilai. Oleh karena itu, partai politik sering menjadi sasaran kemarahan publik atas tindakan-tindakan politik yang ditontonkan. Namun, rasa-rasanya hal ini bukan menjadi faktor utama partai politik tidak dipercayai oleh masyarakat. 

Partai politik adalah organisasi yang mengartikulasikan agenda politik aktif masyarakat: mereka yang peduli dengan kontrol kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing dengan kelompok lain yang memiliki pandangan berbeda untuk mendapatkan dukungan terbanyak. (Sigmund Neumann, 1963:352). 

Baca Juga  Hari Anak Nasional, IIPG dan DPD Golkar Jabar Gelar Workshop Payung Geulis

Di satu sisi partai politik menjadi instrumen pengontrol pemerintahan tetapi di sisi lain mereka juga bersaing untuk mendapatkan kekuasaan. Dalam persaingan inilah partai politik melahirkan bibit-bibit ketidakpercayaan publik. Hal ini memang sangat sulit bagi partai politik, mengingat partai politik menjalankan dua agenda sekaligus, yaitu memperjuangkan partai untuk memperoleh kekuasaan dan memperjuangkan suara-suara masyarakat.

Peran ganda inilah yang membuat partai politik kehilangan integritas. Ketegangan antara kepentingan internal partai dan kepentingan publik membuat partai politik kadang kehilangan arah. Ketegangan ini biasanya didefinisikan sebagai “konflik kepentingan”. Konflik kepentingan yang terjadi biasanya sangat merugikan publik dan sangat berbahaya bagi integritas organisasi serta membawa orang pada korupsi (bdk. Haryatmoko, 2011: 91). 

Konflik kepentingan menjadi faktor utama partai politik tidak dipercayai oleh publik. Memang harus diakui bahwa partai politik berada dalam situasi dilematis. Namun, di sinilah partai politik sebenarnya ditantang untuk menunjukan integritasnya.

Dalam beberapa kasus akhir-akhir ini partai politik sepertinya kehilangan kendali yang mengakibatkan masyarakat tidak mempercayai mereka. Salah satu contoh yang sering terjadi adalah bunyi gendang pembentukan koalisi partai politik di masyarakat lebih terdengar nyaring dibandingkan pembasahan mengenai keadaan masyarakat.

Partai-partai sibuk mencari koalisi daripada solusi ketika ada berbagai tragedi. Misalnya saat ini Indonesia baru saja keluar dari tragedi Covid 19, para elit partai sudah sibuk berbicara soal capres dan cawapres. Contoh lain, ketika terjadi peristiwa tragedi Kanjuruhan dan gempa Cianjur, para elit partai bukannya sibuk membantu masyarakat menyelesaikan persoalan, mereka malah saling berbalas-balasan twit tentang koalisi dan lain sebagainya. 

Kalaupun membantu, mereka masih membawa agenda politik capres-cawapres dan kepentingan partai lainnya. Hal ini terus bertebaran di media sosial dan menjadi konsumsi masyarakat. Masyarakat akhirnya merasa tidak diperhatikan. 

Meski diperhatikan, semua itu dianggap hanya sebagai pencitraan demi panggung kekuasaan. Padahal dalam konsep demokrasi, John Locke menyatakan bahwa semuanya harus dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Artinya segala bentuk kekuasaan yang ada pada negara berasal dari dan sejauh delegitimasi oleh rakyatnya (bdk. Reza A. A. Wattimena, 2007: 20)

Menurut Locke kebalikan dari kepercayaan adalah pengkhianatan. Locke kemudian menekankan bahwa obat dari pengkhianatan adalah hak revolusi (John Dunn, 1994: 74). Revolusi ini sangat penting untuk menjaga stabilitas negara. 

Revolusi ini bisa dari masyarakat dan bisa juga dari partai politik. Namun, dalam konteks ini partai politik perlu melakukan revolusi dalam dirinya demi mendapatkan kepercayaan masyarakat.

Partai Politik: Sarana Memperjuangkan Keadilan Bagi Masyarakat

Revolusi Prancis merupakan ikon untuk gerakan demokrasi pada akhir abad ke 18 dan sangat dikagumi di seluruh Eropa. Revolusi Perancis juga melahirkan tiga semboyan yaitu liberte, egalite, dan fraternite (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan). Tiga semboyan ini merupakan pegangan untuk menjelaskan inti dari demokrasi. 

Semboyan ini seolah-olah menjadi program pokok untuk mengatur susunan negara demokrasi bukan saja di Perancis atau Eropa tetapi juga di setiap negara di seluruh dunia yang ingin mewujudkan demokrasi modern (K. Bertens, 2018: 414).

Jika dilihat secara cermat, tampaknya ketiga semboyan ini ingin mengantarkan masyarakat Eropa pada apa yang disebut “keadilan”. Nilai kebebasan dan persamaan dalam semboyan itu merupakan kritik terhadap kekuasaan absolut monarki dan kolonialisasi yang sangat otoriter dan membuat masyarakat tertekan sehingga tidak mendapatkan keadilan. 

Sementara persaudaraan memberikan semacam semangat dalam memperjuangkan kebebasan dan persamaan. Misalnya, aksi penyerbuan benteng Bastille di Paris berhasil karena semangat persaudaraan yang dibangun oleh masyarakat Prancis waktu itu untuk menumbangkan rezim lama (ancien regime) yang terkenal otoriter (bdk. K. Bertens, 2018: 415-417).

Sejak zaman Yunani kuno para filsuf klasik seperti Plato dan Aristoteles menekankan pentingnya keadilan dalam suatu kota utama (negara ideal). Ibnu Rusyd (1126-1198), seorang filsuf muslim yang sangat Aristotelian dalam memberikan komentar terhadap buku Republic karya Plato, menekankan bahwa keadilan merupakan suatu elemen yang sangat penting. 

Keadilan mempu memberikan keselamatan dan keabadian kota (Ibnu Rusyd, 2016: 149). Keselamatan ini dapat ditafsir sebagai kesejahteraan dalam negara. Sementara keabadian ditafsirkan sebagai ketahanan negara dalam menghadapi berbagai krisis dunia.

Posisi partai politik dalam negara merupakan sesuatu yang sangat penting bagi perkembangan negara. Sebagai instansi yang lahir dari masyarakat tentunya partai politik harus membawa agenda-agenda masyarakat. Agenda masyarakat di negara demokrasi sebenarnya hanya satu, yaitu “keadilan”. 

Baca Juga  AHY Belum Mengetahui Info Lanjut Pertemuan SBY dan Prabowo

Keadilan di sini tentunya mencakup kesejahteraan, kebebasan, kesamaan, dan lain sebagainya. Hal ini sebenarnya sudah tertuang dalam tujuan umum dan fungsi partai politik yang terkandung dalam undang-undang tentang partai politik.

Tujuan umum partai politik adalah mewujudkan cita-cita bangsa sesuai dengan pembukaan UUD 1945, menjaga dan memelihara kesatuan bangsa, mengembangkan kehidupan demokrasi, dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat. 

Sementara fungsi partai politik adalah sebagai bentuk pendidikan politik bagi masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik, menciptakan iklim politik yang kondusif demi kesatuan bangsa, saluran aspirasi masyarakat, partisipasi politik, dan pengkaderan pemimpin bangsa (bdk. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008, pasal 10-11). 

Semua tujuan dan fungsi ini mengarahkan partai politik sebagai sarana untuk masyarakat memperoleh keadilan. Di sini partai politik dapat memberikan sesuatu yang positif bagi rakyat sehingga rakyat kemudian mempercayainya.

Pancasila: Rumah Ideologis Partai Politik

Sejak awal kemerdekaan semua sepakat bahwa pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Sebagai dasar negara, pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang dalam ilmu ketatanegaraan disebut sebagai dasar filsafat negara. Dalam kedudukan ini pancasila merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, termasuk sebagai sumber tata tertib hukum. 

Konsekuensinya seluruh peraturan perundang- undangan serta penjabarannya senantiasa berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam sila- sila pancasila. (Al Halim, 2016: 522). Pancasila yang menjadi dasar negara dan sekaligus sebagai sumber segala sumber hukum merupakan penentu validitas seluruh norma-norma hukum yang ada di Indonesia. Jika norma-norma hukum itu sudah tidak merujuk pada Pancasila sebagai sumber dasarnya maka norma tersebut telah kehilangan artinya sebagai norma yang absah dan valid. (Diyaul Hakki, dkk, 2022: 4172).

Selain sebagai sumber hukum, pancasila juga dipahami sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila yang telah diwariskan oleh pendiri bangsa Indonesia merupakan intisari dan puncak dari sosial budaya yang senantiasa melandasi tata kehidupan sehari-hari. Tata nilai budaya yang telah berkembang dan dianggap baik, serta diyakini kebenarannya ini dijadikan sebagai pandangan hidup dan sumber nilai bagi bangsa Indonesia. Sebagai ide, pancasila menampilkan nilai-nilai yang sangat mulia dan luhur. Pancasila sebagai sistem nilai, menampilkan lima nilai yang menyatukan bangsa Indonesia, yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan (Al Halim, 2016: 520-527).

Nilai ketuhanan menjadi nilai tertinggi. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaidah, dan hukum Tuhan. Dari nilai ketuhanan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. Sementara prinsip pokok nilai kemanusiaan dalam pancasila adalah keadilan dan keadaban. 

Selanjutnya nilai persatuan menyangkut dengan usaha memperkuat persatuan dan kesatuan. Yang dimaksud dengan nilai kerakyatan adalah nilai hikmat atau kebijaksanaan dan permusyawaratan. Nilai yang terakhir yang terkandung dalam pancasila adalah nilai keadilan. Nilai ini lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan masyarakat banyak (Sri Rahayu Amri, 2018: 762-763).

Nilai-nilai pancasila ini menampilkan pancasila sebagai “ideologi” sekaligus “rumah ideologis” bagi ideologi-ideologi lain. Ideologi lain yang dimaksud bukan ideologi yang bertentangan dengan pancasila seperti ideologi transnasional. Ideologi lain yang dimaksud adalah ideologi ormas-ormas, lembaga-lembaga kemasyarakatan, dan termasuk di dalamnya ideologi partai politik. 

Dalam undang-undang tentang partai politik, secara gamblang dikatakan bahwa asas partai politik tidak boleh bertentangan dengan pancasila (bdk. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008, pasal 9, ayat 1). Segala sesuatu yang dilakukan partai harus berlandaskan pada pancasila. Oleh karena itu, partai politik perlu kembali ke rumah ideologisnya untuk sekadar membaharui diri.

Partai politik perlu kembali kepada pancasila untuk merefleksikan pertanyaan mengapa partai politik tidak mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Partai politik perlu kembali ke rumah ideologisnya untuk menimbah lagi nilai- nilai yang mungkin sudah pudar.

Pancasila adalah rumah ideologis tempat bernaung bagi partai politik. Partai politik mungkin sudah sangat “lelah” sehingga mereka kehilangan arah. Maka dari itu mereka perlu kembali ke rumah ideologisnya untuk mengambil “tenaga” lagi. Mereka harus “pulang” ke rumah ideologisnya. 

Pulang bukan sekedar belajar lagi tentang nilai-nilai pancasila tetapi menjadikan pancasila sebagai pedoman untuk kembali memperjuangkan agenda masyarakat. Masyarakat merindukan partai politik yang adil dalam bertindak. Mereka merindukan partai politik yang berjiwa pancasila. Oleh karena itu, perjalanan menuju pertarungan politik 2024 adalah momentum bagi partai politik untuk pulang ke rumah ideologisnya, yaitu pancasila. 

 

banner 325x300