Karya dan Gagasan

Indonesia “Di Persimpangan Jalan” Dalam Mewujudkan Deterrence Effect

161
×

Indonesia “Di Persimpangan Jalan” Dalam Mewujudkan Deterrence Effect

Share this article
Deterrence Effect Indonesia
Sumber: https://theglobal-review.com/takdir-geopolitik-indonesia-di-tengah-pertarungan-global-as-cina-di-asia-pasifik/

G24NEWS.TV, JAKARTA – Berbicara mengenai posisi geografis suatu negara merupakan bagian dari power negara yang nyata seperti halnya bentuk kekuatan militer dan lainnya. Suatu negara yang memiliki teritorial yang cukup luas, tentunya akan sulit untuk ditaklukan, sebab luas dan besar teritorialnya cukup memberikan ruang waktu untuk lawan memberikan ancaman yang nyata. Oleh sebab itu secara kontekstual, geografis Indonesia cenderung memiliki kelemahan dan kelebihan karena pada kondisi tersebut, luas wilayah yang cukup besar tanpa didukung oleh kekuatan militer yang mumpuni akan berdampak lemahnya deterrence effect yang dimunculkan oleh negara tersebut.

Di sisi lain suatu negara yang memiliki wilayah perbatasan yang mudah dilewati, maka akan mudah pula untuk diinvasi oleh pihak lawan. Kemudian lokasi geografis tentunya akan mempengaruhi postur pengembangan power suatu negara serta strategi pengembangan dan pengaruhnya di suatu kawasan. Dengan demikian variabel geografis adalah suatu hal yang sangat fundamental bagi suatu negara.

Indonesia sendiri secara geografis 2/3 wilayahnya merupakan lautan, posisi strategis yang diapit oleh dua samudera pasifik dan hindia, serta benua Australia dan Asia, menjadikan Indonesia sebagai negara di “Persimpangan Jalan”.

Mengutip perkataan Sir Walter Raleigh “Whosoever commands the sea, commands the trade. Whosoever commands the trade of the world commands the riches of the world, and the consequently the world itself…”.  Jelas apa yang disampaikan tersebut laut memiliki fungsi sebagai transportasi dan kekuasaan menjadikannya sebagai hal yang sangat penting bagi banyak negara di dunia. George Modelski dan Wiliam Thompson juga mengidentifikasikan bahwa akses akan laut, kontrol akan jalur perdagangan dan pengembangan pelabuhan pedalaman adalah kunci bagi kebangkitan suatu negara.

Keunggulan Geografis Indonesia

Berkaca dari konteks Negara Indonesia, Indonesia mempunyai cukup banyak keunggulan secara geografis daripada negara lainya di Kawasan, namun anomalinya hal tersebut tidak lantas menjadikan Indonesia sebagai negara yang kuat dalam hal Pembangunan pertahanan laut. Kegagalan paradigma pembangunan dalam praktek pengelolaan laut menjadikan Indonesia cenderung belum dapat dikatakan sebagai negara maritim yang ideal.

Belum lagi dengan banyaknya kelemahan Indonesia di sektor kelautan di Indonesia juga dapat berdampak pada timbulnya masalah-masalah dari dimensi laut. Kepentingan negara-negara dikawasan akan lebih banyak lahir dari dimensi laut, mulai dari perlindungan terhadap jalur komunikasi laut SLOC (Sea Lanes of Communication) dan jalur perdagangan laut SLOT (Sea Lanes of Trade) yang vital bagi perdagangan internasional, jalur pemasok energi, dan ekonomi.

Berkaca pada Sektor ekonomi kelautan Indonesia, dengan luas yang lebih besar dari daratannya, hanya menyumbang PDB rata-rata 11,3% dari PDB nasional atau menyumbang 1.212 Triliun pada tahun 2020 dari data yang disampaikan oleh Kemenko Marves bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Indonesia masih tertinggal di bawah Thailand yang hampir mencapai 40% PDB dari sektor kelautannya jika dibanding negara di ASEAN, Di Region sendiri Jepang 54% PDB disumbang dari sektor kelautannya, dan Tiongkok 48,6% PDB dari sektor kelautannya.

Baca Juga  Prabowo-Gibran Dijadwalkan Hadir di Kampanye Akbar PAN

Pertahanan Militer Indonesia

Sedangkan berbicara dari sisi pertahanan militer data dari Global Firepower (GFP) juga menunjukkan Indonesia menempati ke-13 berdasarkan kekuatan militernya pada tahun 2022. Memang dalam konteks negara-negara di Asia Tenggara kekuatan armada laut Indonesia menduduki posisi terkuat se-Asia Tenggara. Sementara dalam peringkat global, Indonesia hanya menempati urutan keenam. Adapun, skor kekuatan armada laut dihitung dari seluruh jenis kapal perang yang ada di negara tersebut, termasuk kapal induk, kapal selam, helikopter, korvet, fregat, kapal serbu/pendukung amfibi, hingga alat bantu.

Kemudian dari capaian MEF dari data diatas Indonesia belum mampu memenuhi MEF Kekuatan militer secara keseluruhan. Target sebelum MEF 45,23% baru terealisasi sebesar 41,92%. MEF pada tahap I Target sebesar 57,24% baru terealisasi sebesar 54,97%, MEF tahap II Target sebesar 75,54% terealisasi sebesar 63,19%.

Begitupun pada angkatan laut, TNI AL sebelum MEF 2010 terealisasi sebesar 60,29%, MEF tahap I sebesar 60,71% dan tahap II sebesar 67,57%. Hal tersebut didasari kekuatan Angkatan Laut cenderung belum didukung oleh ALUTSISTA yang memadai dalam menjaga mengamankan keutuhan wilayah teritorial, padahal kekuatan militer seperti angkatan laut sangat memainkan peranan penting sebagai instrumen politik kepentingan nasional. Dengan minimnya hal tersebut di Indonesia sebagai negara kepulauan hal-hal tersebut tentunya dapat melemahkan Indonesia sebagai negara kepulauan dan kurang dapat memberikan efek deterrence di Kawasan.

Kelemahan dari sisi pertahanan dalam konteks laut, yaitu belum tercapainya minimum essential force (MEF) yang ideal bagi postur pertahanan laut Indonesia. Memang Indonesia menganut paham Defensive bukan offensive dalam hal strategi pertahanan militernya. Kebijakan tersebut dilakukan mengingat adanya persepsi bahwa negara-negara di kawasan Asia Tenggara cenderung tidak berpotensi untuk mengancam keamanan dan kedaulatan Indonesia, sementara, kemampuan Indonesia untuk membangun kekuatan militer di atas deterrent sangat terbatas.

Strategi Deterrence

Sejatinya strategi deterrence merupakan salah satu upaya dalam pencapaian stabilitas internasional dan perdamaian dunia dengan melakukan upaya pertahanan tanpa melakukan aksi militer atau peperangan. Strategi ini cukup lama dipraktekkan pada masa saat Perang Dingin yang ditempuh dalam usaha negara untuk memberikan penangkalan terhadap pihak lawan. Strategi ini membuat lawan menjadi harus berfikir lebih keras jika berhadapan atau memicu konflik dengan negara tersebut karena kemampanan pertahanan ekonomi dan militernya.

Baca Juga  Warga Padang Ramaikan Festival Kuliner 'Prabowo-Gibran Menang Sekali Putaran'

Meskipun begitu, keterbatasan sumber dana dan dukungan politik serta kelemahan menganalisis perkembangan lingkungan strategis kawasan disebutkan bukan menjadi alasan lemahnya kebijakan maritim Indonesia, yang tidak mencapai tingkat deterrent dalam hal pemenuhan MEF serta belum sampainya pada titik “strategic stability”.

Seorang filsuf militer Tiongkok kuno. Sun Tzu menulis tentang strategi perang dan pentingnya persiapan yang matang dalam peperangan. Pernyataan “siapkan diri untuk perang saat damai” adalah sebuah prinsip strategi militer yang sering dikaitkan dengan konsep kehati-hatian dan persiapan yang baik. Salah satu referensi historis yang sering dikutip dalam konteks ini adalah buku berjudul “The Art of War” (Seni Perang) karya Sun Tzu. Melihat kondisi dunia yang saat ini tidak tentu dan cepat berubah baiknya sebagai negara besar, Indonesia sudah menyiapkan diri dari segala macam ancaman yang akan terjadi.

Negara Maritim Ideal

Dari kesimpulan diatas Indonesia saat ini hanya dapat dikatakan sebagai negara kelautan atau kepulauan, tetapi belum sepenuhnya menjadi negara maritim yang ideal. Sebab negara maritim adalah negara yang mempunyai sifat memanfaatkan laut untuk kejayaan negaranya, menguasai, memanfaatkan dan mengontrol lautnya secara menyeluruh, sedangkan negara kelautan lebih menunjukkan kondisi fisiknya, yaitu negara yang berhubungan, dekat dengan atau terdiri dari laut. Faktor-faktor penting tersebut dapat dilihat dari sisi ekonomi dan pertahanan seperti dijelaskan diatas dari sisi ekonomi PDB Indonesia dari sektor kelautan belum signifikan menyumbang ke PDB negara, berbeda dengan negara-negara maritim besar dunia lainnya, kemudian dari sisi pertahanan Indonesia memang menjadi nomor satu dari sisi pertahanan laut di Asia Tenggara, dan posisi 6 dari sisi global, namun pemenuhan MEF belum dan sulit untuk mencapai realisasi dari target yang telah ditetapkan. Dengan tidak terpenuhinya pembangunan MEF Komponen Utama mengakibatkan cukup banyak menurunnya daya tangkal (deterrence) pertahanan negara di kawasan.

Sea-lanes Communications (SLOCs) adalah jalur komunikasi yang luas untuk transportasi pelayaran. Hubungan komunikasi yang luas terjalin antara terminal peluhan dengan kapal-kapal yang melewati rute pelayaran internasional maupun antar kapal. Ramainya jalur pelayaran suatu perairan dapat dilihat melalui sibuknya komunikasi yang terjadi dengan menggunakn radiograph atau radiophone antar kapal, maupun antar terminal pelabuhan dengan kapal.

 

Rizki Marman Saputra, Mahasiswa Doktoral Sekolah Kajian Strategik & Global Universitas Indonesia.

 

Editor: Lala Lala

 

banner 325x300