Politik

Ketua dan 6 Anggota KPU RI Digugat Soal Keterwakilan Caleg Perempuan

168
×

Ketua dan 6 Anggota KPU RI Digugat Soal Keterwakilan Caleg Perempuan

Share this article
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) Perkara Nomor 110-PKE-DKPP/IX/2023 di Ruang Sidang DKPP Jakarta, pada Jumat (22/9/2023). Foto: DKPP
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) Perkara Nomor 110-PKE-DKPP/IX/2023 di Ruang Sidang DKPP Jakarta, pada Jumat (22/9/2023). Foto: DKPP

G24NEWS.TV, JAKARTA – Ketua dan enam Anggota KPU RI digugat untuk perkara dugaan pelanggaran kode etik karena tidak memenuhi keterwakilan caleg perempuan dalam perhitungan yang dilakukan secara mandiri.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) Perkara Nomor 110-PKE-DKPP/IX/2023.

Pemeriksaan dilakukan terhadap Ketua KPU Hasyim Asyari dan enam Anggota KPU RI, yaitu Idham Holik, August Mellaz, Yulianto Sudrajat, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap dan Mochammad Afifuddin, menjadi Teradu I – VII.

Dugaan pelanggaran diadukan oleh Mikewati Vera Tangka, Listyowati, Misthohizzaman, Wirdyaningsih, dan Hadar Nafis Gumay sebagai Pengadu I sampai V.

Kelima Pengadu memberikan kuasa kepada 10 orang, di antaranya adalah Fadli Ramadhanil, Ibnu Syamsu Hidayat, Muhammad Ikhsan Maulana, Seira Tamara Herlambang, dan Haykal.

Salah satu kuasa para Pengadu, Muhammad Ikhsan Maulana mengatakan para Teradu telah melanggar prinsip mandiri dalam menyusun kebijakan penghitungan keterwakilan bakal caleg perempuan dalam Pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU RI Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota (PKPU 10/2023).

Bertentangan Dengan UU Pemilu

Menurut Ikshan, regulasi tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 245 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), khususnya pengaturan daftar bakal calon legislatif pada setiap daerah pemilihan yang memuat paling sedikit 30% keterwakilan perempuan.

Baca Juga  Peneliti BRIN: Penundaan Pemilu Ranah KPU Bukan PN

“Hal ini diperkuat dengan putusan Mahkamah Agung dalam judicial review yang kami ajukan. Mahkamah Agung menyatakan ketentuan Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 yang mengatur pembulatan ke bawah hasil bagi 30 persen adalah keliru dan memerintahkan harus dikembalikan sesuai perintah UU Pemilu,” terangnya.

Ikhsan juga mengeluhkan jawaban Teradu yang baru disampaikan oleh Teradu sesaat sebelum persidangan.

“Padahal dalam Pasal 22 a ayat (2) Peraturan DKPP 2/2021 menyatakan bahwa 2 hari sebelum sidang Teradu harus menyampaikan (jawaban Teradu, red.). Jadi kami punya keterbatasan waktu ,” jelasnya.

Sementara Pengadu V Hadar Nafis Gumay mencontohkan daftar bakal calon legislatif perempuan DPR untuk daerah pemilihan Jakarta 2 yang hanya sekitar 28 persen.

“Di kalkulator mana 28 sekian persen itu melampaui 30 persen?” kata Hadar.

Dugaan Kebohongan

Selain itu, Hadar juga menyebut adanya dugaan kebohongan yang dilakukan oleh Teradu I Hasyim Asy’ari. Menurutnya, dalam sebuah konferensi pers pada 10 Mei 2023, Hasyim Asy’ari secara tegas mengatakan akan mengubah atau memperbaiki Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023.

“Tapi kemudian setelah konsultasi (dengan Komisi II DPR, red.) tidak ada kelanjutannya. Saya menduga kok penyelenggara Pemilu kita berbohong nih,” ucapnya.

Untuk diketahui, Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 yang dipermasalahkan para Pengadu berbunyi sebagai berikut:

“Dalam hal penghitungan 30% (tiga puluh persen) jumlah Bakal Calon perempuan di setiap Dapil menghasilkan angka pecahan maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai:

Baca Juga  Komisi II Pertanyakan Keseriusan KPU

a. kurang dari 50 (lima puluh), hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau

b. 50 (lima puluh) atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.”.

Teradu VII Mochammad Afifuddin membantah dalil yang disebutkan para Teradu. Menurutnya Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 tidaklah menghapus atau mereduksi pengaturan affirmative action keterwakilan perempuan 30 persen sebagaimana diatur dalam UU Pemilu.

Menurutnya, peraturan ini juga telah melalui sejumlah proses dan mekanisme yang dilakukan secara eksternal seperti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR dan harmonisasi rancangan peraturan dengan Kementerian Hukum dan HAM.

Hal senada pun disampaikan oleh Teradu II Idham Holik. Ia mengatakan, terdapat pembahasan dan pencermatan dalam semua mekanisme yang dilakukan sebelum PKPU 10/2023 diundangkan.

Ia menambahkan, penghitungan pembulatan desimal yang diatur dalam Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 menggunakan teori matematika yang disebut math round.

“Peraturan ini tidak keluar dalam ruang gelap. Proses RDP juga ditayangkan secara langsung oleh Komisi II DPR,” ungkap Idham.

Bantahan juga dilontarkan Teradu I Hasyim Asy’ari. Ia menolak disebut berbohong terkait rencana perubahan Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023.

Email: Nyomanadikusuma@G24 News

Editor: Lala Lala

banner 325x300