Politik

Peneliti BRIN: Penundaan Pemilu Ranah KPU Bukan PN

50
×

Peneliti BRIN: Penundaan Pemilu Ranah KPU Bukan PN

Share this article
Ilustrasi Pemilu. Foto: Ist
Ilustrasi Pemilu. Foto: Ist

G24NEWS.TV, JAKARTA – Kepala Pusat Riset Politik (PRP) BRIN Athiqah Nur mengatakan Pengadilan Negeri tidak memiliki kewenangan untuk mengadili perkara Pemilu, hingga penetapan penundaan Pemilu bukan ranah PN melainkan melalui Peraturan KPU.

Dia mencontohkan salah satu kebijakan yang keliru adalah Keputusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Tanggal 2 Maret 2023 yang memenangkan gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) terhadap tergugat Komisi Pemilihan Umum (KPU).

PN menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak keputusan tersebut diucapkan, serta melaksanakan tahapan Pemilu dari awal selama lebih kurang dua tahun empat bulan tujuh hari.

Dalam waktu yang sangat singkat berita tersebut langsung viral di media sosial dan menjadi bahan perbincangan publik yang cukup panas.

Keputusan tersebut dilandasi oleh gugatan perdata Partai PRIMA kepada KPU yang merasa dirugikan oleh KPU karena dinyatakan tidak lolos administrasi untuk mengikuti kontestasi Pemilu 2024.

“Keputusan pengadilan negeri itu dianggap aneh, kontroversial, dan keliru,” jelas Kepala PRP, Athiqah Nur Alami, dalam sebuah webinar, belum lama ini, seperti dilansir dari laman resmi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Baca Juga  Komunitas Pencinta Sepak Bola Cirebon Dukung Kader Golkar Sandi Wiratama Maju di Pileg 2024

Pemilu Berjalan Sesuai Rencana

Ia berharap Pemilu 2024 tetap berjalan sesuai dengan tahapan yang direncanakan. Athiqah juga mengharapkan Keputusan PN Jakarta Pusat tersebut tidak menjadi preseden buruk bagi agenda penegakan hukum di Indonesia.

”Pada dua tahun mendekati kontestasi politik, kita bersama-sama berupaya meminimalisir dan meredam berbagai upaya yang mengarah pada melanggengkan kekuasaan”.

“Bahkan mungkin bisa saja memudarnya etika politik di kalangan politisi, partai politik, dan penyelenggara pemilu,” pungkasnya.

Lili Romli selaku Peneliti PRP, dalam paparannya menyampaikan, Putusan PN Jakarta Pusat bertentangan dengan UUD 1945, UU Pemilu No. 7 Tahun 2017, dan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 5 Tahun 2017 dan Perma No. 2 Tahun 2019.

Peraturan – peraturan itu mengatur tentang sengketa proses pemilu dan sengketa badan/pejabat pemerintahan, di mana kewenangan mengadili ada di PTUN.

“Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung (MA) perlu melakukan investigasi dan penyelidikan yang menyeluruh terhadap PN Jakarta Pusat dan Hakim yang memutus perkara ini”.

Baca Juga  Canggih Nih, BRIN Kembangkan Cat anti-Radar untuk Alutsista

“Maka perlu diberikan sanksi yang berat terhadap para hakim yang memutus perkara karena telah melanggar ketentuan perundang-undangan,” ungkap Lili yang berharap agar peristiwa yang sama tidak terulang kembali.

Evaluasi Kinerja KPU

Lebih lanjut ,menambahkan dengan adanya gugatan terhadap penyelenggara Pemilu menandakan bahwa penyelenggara Pemilu masih belum profesional. Perlu evaluasi terhadap kinerja KPU dan jajarannya secara komprehensif,” tegasnya.

Ia lantas menjabarkan sumber data dari berbagai lembaga survei yang menunjukkan, pada dasarnya rakyat menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden.

Di sini, semua elemen masyarakat dan kekuatan civil society bersatu padu untuk tetap mengawal. Mereka memastikan penyelenggaraan pemilu sesuai jadwal, harapannya pemilu berjalan demokratis.

Sementara itu Titi Anggraini, Pengajar Bidang Studi Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia menyampaikan paparan terkait berbagai peraturan perundang-undangan menyangkut Pemilu.

Email: Nyomanadikusuma@G24 News
Editor: Lala Lala

banner 325x300