Politik

Erwin Aksa Nilai Curhat Jokowi Bentuk Transparansi Presiden Kepada Rakyat

250
×

Erwin Aksa Nilai Curhat Jokowi Bentuk Transparansi Presiden Kepada Rakyat

Share this article
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bidang Penggalangan Strategis Erwin Aksa. (Foto G24NEWS)
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bidang Penggalangan Strategis Erwin Aksa. (Foto G24NEWS)

G24NEWS.TV, JAKARTA – Wakil Ketua Umum Partai Golkar Erwin Aksa mengatakan isi pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Sidang Tahun MPR RI adalah hal yang sangat penting, meskipun disampaikan ringan.

Dia mencontohkan pernyataan Jokowi yang menyebutkan dirinya bukanlah “Pak Lurah”, memiliki makna bahwa Presiden bersikap transparan dan tampil apa adanya.

“Saya kira Bapak Presiden Jokowi itu memberikan pesan kalau beliau transparan,” jelas Erwin Aksa (EA) yang pernah menjadi Ketua Umum Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia pada periode 2008-2011, di Jakarta, Kamis (17/8/2023).

Dia menilai meski disampaikan dengan ringan, curahan hati alias curhat Jokowi itu, bukanlah sebuah candaan.

Namun, sebaliknya, EA melihat pernyataan itu adalah sebuah hal yang sebaiknya menjadi perhatian terhadap sikap rakyat terjadap para pemimpin nasional.

“Saya rasa beliau serius, sehingga harus mengambil momen pidato kenegaraan,” ujarnya.

“Karena banyak pihak kerap suka jual nama dengan istilah julukan,” sambung EA yang di Pemilu 2024 maju sebagai Caleg Golkar dapil DKI 3.

Bisa Jadi Bentuk Kedekatan

Di sisi lain, dia mengatakan dari pandangan masyarakat bisa saja julukan “Pak Lurah” kepada Presiden RI untuk sebuah kedekatan.

Seperti halnya, orang Amerika Serikat menyebut presidennya dengan istilah Potus.

“Kalau istilah america called sign potus (president of the united states). Nah, untuk di Indonesia istilahnya untuk presiden mungkin lurah,” jelas Erwin.

Baca Juga  Erwin Aksa: Menangkan Golkar di Sulawesi Utara dan Tetty Paruntu jadi Gubernur  

Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan Pidato Kenegaraan dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD Tahun 2023.

Pidato Kenegaraan tersebut dalam rangka HUT ke-78 Kemerdekaan RI di Gedung DPR/MPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2023).

Dalam pidatonya, Presiden Jokowi mengatakan bahwa Indonesia saat ini sedang memasuki tahun politik. Suasana sudah hangat-hangat kuku.

Dan, sedang tren di kalangan politisi dan parpol. Setiap ditanya Capres dan Cawapresnya, jawabannya belum ada arahan Pak Lurah.

“Saya sempat mikir, siapa ini pak lurah. Sedikit-sedikit kok pak lurah. Belakangan saya tahu yang dimaksud pak lurah saya,” kata Jokowi dikutip dari kanal Youtube DPR RI.

“Iya, saya jawab saja, saya bukan lurah. Saya adalah Presiden Republik Indonesia. Ternyata pak lurah itu kode. Tapi perlu saya tegaskan, saya ini bukan ketua umum parpol, bukan ketua Partai Politik. Juga bukan ketua koalisi partai,” ujarnya.

Sesuai ketentuan undang-undang (UU), lanjut Presiden, yang menentukan Capres dan Cawapres itu adalah partai politik dan koalisi partai politik.

“Jadi, saya ingin mengatakan itu bukan wewenang saya. Bukan wewenang pak lurah,” ucapnya.

Presiden Tidak Senyaman yang Dipersepsikan

Begitupun, Jokowi paham bahwa ini sudah nasib seorang Presiden untuk dijadikan paten-patenan (bahasa Jawa), dijadikan alibi dan tameng.

Baca Juga  Atalia Praratya, Istri Ridwan Kamil, Resmi Daftar jadi Bacaleg Partai Golkar

“Walau kampanye belum dimulai foto saya banyak dipasang di mana-mana. Saya harus ngomong apa adanya, saya ke provinsi A, foto saya ada. ke Kota B, eh ada. Ke kabupaten C ada juga. Sampai tikungan-tikungan desa saya lihat ada juga,” jelasnya.

Namun, lanjut Jokowi, bukan hanya fotonya sendirian. Ada di sebelahnya bareng capres.

“Menurut saya tidak apa-apa. Boleh-boleh saja,” ujarnya.

Dalam pidatonya itu, Jokowi juga mengataka bahwa posisi presiden itu tidak senyaman yang dipersepsikan. Ada tanggungjawab besar yang harus diemban. Banyak permasalahn rakyat yang harus diselesaikan.

Dan, dengan adanya media sosial seperti sekarang ini, kata Presiden, apapun bisa disampaikan kepada Presiden. Mulai masalah rakyat di pinggiran sampai kemarahan, ejekan, bahkan makian dan fitnahan bisa disampaikan dengan mudah di media sosial.

“Saya tahu ada yang mengatakan, saya ini bodoh, plenga-plengo, tidak tahu apa-apa, firaun, tolol. Tidak apa-apa. Sebagai pribadi saya menerima saja. Tapi yang membuat saya sedih, budaya santun dan budaya budi pekerti luhur bangsa ini mulai hilang,” jelasnya.

Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah,” jelas Presiden.

Email: Nyomanadikusuma@G24 News

Editor: Lala Lala

banner 325x300