HeadlineNasional

Meutya Hafid: Pemerintah Tidak Boleh Ragu Selamatkan Migran Indonesia

311
×

Meutya Hafid: Pemerintah Tidak Boleh Ragu Selamatkan Migran Indonesia

Share this article
Meutya Hafid, Ketua Komisi I DPR RI
Meutya Hafid, Ketua Komisi I DPR RI

G24NEWS.TV, JAKARTA – Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid kembali menegaskan bahwa tidak boleh ada dilema pada pemerintah dalam upaya penyelamatan Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Legislator Partai Golkar kelahiran 3 Mei 1978 ini mengatakan, apapun kasus yang menjerat Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri, pemerintah harus turun tangan memberikan pendampingan hukum.

Memang diakui bahwa ada hukum di negara tempat PMI bekerja yang harus dipatuhi, belum lagi masalah PMI ilegal. Namun, hal itu bukan berarti pemerintah berhenti berusaha. Apalagi, PMI ilegal tersebut adalah korban perdagangan manusia.

“Minimal, pemerintah harus hadir untuk mendampingi. Agar PMI mendapatkan hak-haknya secara hukum,” jelas Meutya, lulusan Sarjana S1 dari Universitas New South Wales. Ia kemudian meraih gelar S2 dari Universitas Indonesia, belum lama ini.

Pendampingan ini termasuk juga membantu dialog atau mediasi antar-pemeritah, pemberi kerja, maupun agen jasa tenaga kerja penyalur. Sedangkan, jika terancam jiwanya, pemerintah harus segera turun tangan untuk melakukan upaya penyelamatan, terutama memulangkan terlebih dahulu ke Tanah Air.

Negara Harus Melindungi Semua WNI

Peraih Penghargaan Jurnalistik Elizabeth O’Neill dari Pemerintah Australia ini menyampaikan, untuk memastikan semua PMI mendapatkan perlindungan hukum yang baik adalah tugas negara. Mengingat PMI yang sudah tersebar di luar negeri tidak hanya yang berangkat dari jalur resmi dan terdata di Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Namun, kasus PMI ilegal masih marak terjadi saat ini. Bahkan, nasib mereka sering kali tragis karena ketidaklengkapan dokumen justru dijadikan alat untuk mengintimidasi. Baik oleh agen penyalur, maupun para pemberi kerja.

Baca Juga  Meutya Hafid Minta Pemerintah Utamakan Negosiasi Bebaskan Pilot Susi Air

“Negara harus dapat melindungi semua WNI,” tambah Meutya Hafid yang masuk ke Senayan pertama kali menjadi anggota legislatif tahun 2010-2014.

Saat itu, dia menjadi Pengganti Antar Waktu Burhanuddin Napitupulu dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Utara I yang meninggal dunia. Kemudian, di Pileg berikutnya, dia lolos kembali. Ia menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar-Parlemen DPR tahun 2014-2016.

Selanjutnya, menjadi Wakil Ketua Komisi I DPR RI tahun 2016-2018. Dalam masa bakti periode tahun 2019-2024, Meutya menjabat sebagai Ketua Komisi I DPR RI.

Sejak terjun ke dunia politik, Meutya Hafid aktif pada sejumlah jabatan di Partai Golkar dan organisasi yang dibentuk Golkar. Jabatan yang masih dipegangnya saat ini, antara lain Wakil Ketua Umum Bidang Polhukam dan DPP Ormas MKGR.

Ia juga menjadi Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini DPP Partai Golkar dan Wakil Ketua Dewan Pakar Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG).

Dalam Pilpres 2019, dia menjadi Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin.

Baca Juga  Pertemuan Intens Dua Ketua Umum Partai, Mungkinkah Duet Prabowo - Airlangga?

Di Golkar, dia juga sempat menjabat sebagai Koordinator Bidang Hukum, HAM, Kebijakan Publik dan Kerjasama Publik Kesatuan Perempuan Partai Golkar tahun 2016-2021. Lalu, juga Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri DPP Partai Golkar tahun 2016-2019, serta Ketua Bidang Strategi Opini dan Propaganda Ormas MKGR tahun 2015-2020.

Dia menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Negeri Menteng 02 dan SMP Negeri 1 Jakarta. Kemudian, melanjutkan pendidikan setara SMA Di Crescent Girls School, Singapura.

PMI Terbanyak Bekerja di Arab Saudi, Malaysia dan Hong Kong  

Data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menunjukkan, hingga Februari 2023 penempatan PMI mencapai 4.231 orang. Angka ini naik menjadi 5.658 orang pada Februari 2022.

PMI yang paling banyak menyampaikan pengaduan bekerja di tiga negara, yaitu Arab Saudi, Malaysia dan Hong Kong. PMI yang menyampaikan pengaduan mengenai ketidaknyamanan atau kasus lain dalam bekerja di Arab Saudi sebanyak 37 pengaduan. Di Malaysia sebanyak 28 pengaduan untuk perioe yang sama dan Hong Kong sebanyak 25 pengaduan. Pengaduan yang berasal dari PMI di tiga negara ini sebanyak 60% dari total pengaduan yang diterima BP2MI.*

 

Penulis: Dharma Sastronegoro

Editor: Lala Lala

banner 325x300