G24NEWS.TV, JAKARTA – Eks pendiri sekaligus Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dituntut hukuman penjara selama 4 tahun karena penyelewengan dana bantuan untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8, sebesar Rp117 miliar.
Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan meyakini Ahyudin melakukan penggelapan dalam jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 374 KUH Pidana.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan penjara selama 4 tahun,” tuntut jaksa dikutip dari Kompas, Selasa (27/12)
Penggelapan ini dilakukan Ahyudin bersama-sama dengan Presiden ACT periode 2019-2022 Ibnu Khajar serta eks Senior Vice President Operational ACT Hariyana Hermain.
“Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain.”
“Barang tersebut ada dalam kekuasaannya karena ada hubungan kerja atau karena pencariannya atau karena mendapat upah untuk itu. Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa Ahyudin,” kata jaksa.
Duduk perkara penyelewengan dana
Penyelewengan dana ini bermula saat terjadi kecelakaan pesawat Boeing 737 Max 8 milik maskapai Lion Air setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta pada 29 Oktober 2018 yang mengakibatkan 189 penumpang dan kru meninggal dunia.
Setelah kejadian itu Boeing Company atau Boeing menyediakan dana sebesar USD25 juta melalui Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) untuk keluarga atau ahli waris korban kecelakaan Lion Air 610.
Boeing juga memberikan dana bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak kecelakaan sebesar USD25 juta melalui Boeing Community Investment Fund (BCIF).
Dana tersebut tidak diterima langsung oleh para keluarga atau ahli waris korban, namun diterima oleh organisasi amal, atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.
Untuk diketahui, setiap ahli waris korban kecelakaan Lion Air mendapatkan santuan sebesar Rp2 miliar, namun tidak diterima langsung.
Yayasan ACT kemudian menghubungi para ahli waris dan mengatakan mereka ditunjuk Boeing menjadi lembaga yang akan mengelola dana sosial/BCIF dari Boeing. Namun Yayasan ACT meminta pihak keluarga korban menyetujui dana sosial sebesar USD144.500.
Menurut jaksa, dana yang diselewengkan oleh Ahyudin bersama-sama Ibnu Khajar dan Hariyana mencapai Rp117,9 miliar.
Dana itu, malah digunakan bukan untuk kepentingan pembangunan fasilitas sosial sebagaimana yang ditentukan dalam protokol BCIF.
Atas perbuatannya, Ahyudin disangkakan melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.