Headline

Rugikan Bacaleg, 8 Fraksi Tolak Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

598
×

Rugikan Bacaleg, 8 Fraksi Tolak Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

Share this article
Perwakilan 8 fraksi di DPR menolak sistem pemilu proporsional tertutup
Perwakilan 8 fraksi di DPR menolak sistem pemilu proporsional tertutup. (Foto Fraksi Partai Golkar)

G24NEWS.TV, JAKARTA –  Sebanyak delapan fraksi di DPR menyatakan sikap tolak sistem pemilu proporsional tertutup atau sistem coblos partai diberlakukan pada Pemilu 2024 mendatang. 

Pernyataan sikap ini dibacakan setelah muncul rumor bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk memenangkan gugatan pembatalan sistem proporsional terbuka sebagai sistem Pemilu di Indonesia, berdasarkan pernyataan eks wakil menteri hukum dan HAM, Denny Indrayana. 

“Kami menyampaikan kami tetap menuntut bahwasanya sistem pemilu itu sistem terbuka,” kata Ketua Fraksi Partai Golkar Kahar Muzakir saat konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5). 

Selain Kahar Muzakir sejumlah anggota DPR juga hadir, yaitu  Waketum Gerindra Habiburokhman, Waketum PAN Yandri Susanto dan Ketua F-NasDem Robert Rouw. 

Selain itu hadir juga Sekretaris Fraksi PKB Fathan Subchi, Ketua Komisi II DPR F-Golkar Ahmad Doli Kurnia, Ketua F-Demokrat Edhie Baskoro, Ketua F-PAN Saleh Daulay, dan Ketua F-PKS Jazuli Juwaini.

Partai-partai ini mendukung pemberlakukan sistem proporsional terbuka, sedangkan PDI Perjuangan adalah satu-satunya partai yang mendukung proporsional tertutup. 

perbedaan proporsional terbuka dan tertutup
perbedaan-proporsional-terbuka-dan-tertutup

Menurut Kahar, saat ini tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan jauh. Partai-partai juga sudah mengirimkan daftar calon legislatif sementara (DCS) kepada KPU. Perubahan sistem di tengah jalan akan sangat mengganggu jalannya tahapan pemilu. 

Menurut Kahar, sistem coblos partai juga akan merenggut hak konstitusional para bakal calon legislatif untuk dipilih secara langsung oleh rakyat. 

“Jadi kalau ada 15 parpol itu ada 300 ribu orang (bacaleg). Mereka ini kehilangan hak konstitusionalnya untuk dipilih kalau menggunakan sistem tertutup. Maka kita minta supaya tetap sistemnya terbuka,” lanjut dia. 

Baca Juga  45 Tahun Uni Eropa ASEAN: Ini Sektor Potensial untuk Kerjasama Antar-kawasan
perbedaanproporsionalterbukadantertutup
perbedaan-proporsional-terbuka-dan-tertutup-2

Para bacaleg yang merasa dirugikan ini bisa saja meminta ganti rugi jika sistem coblos partai benar-benar diberlakukan. Ratusan ribu orang bacaleg yang dirugikan ini bisa saja menuntut ganti rugi ke MK. 

Para bacaleg ini sudah mengeluarkan biaya pencalonannya, minimal untuk mengurus surat keterangan catatan kepolisian (SKCK). Mereka mendaftar dengan harapan bisa terpilih menjadi anggota DPR dengan sistem proporsional terbuka. 

“Mereka (bacaleg) mendaftar, sampai dengan pendaftaran kemarin, sistem yang berlaku adalah sistem (proporsional) terbuka,”. 

“Jadi kalau ada yang mengubah sistem itu, pasti orang banyak itu akan protes. karena mereka kehilangan hak konstitusionalnya untuk dipilih,” ujar Kahar. 

perbedaan proporsional terbuka tertutup
perbedaan-proporsional-terbuka-tertutup-3

Denny Indrayana Bantah Bocorkan Putusan MK 

 Mantan wakil menteri hukum dan hak asasi manusia Denny Indrayana membantah isu bocornya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara Nomor: 114/PUU-XX/2022 terkait gugatan terhadap sistem proporsional terbuka pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

“Tidak ada putusan yang bocor, karena kita semua tahu memang belum ada putusannya,” kata Denny dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

Denny menjelaskan bahwa dirinya memilih frasa “mendapatkan informasi” dan bukan “mendapatkan bocoran”. Selain itu, dia mengklaim bahwa dirinya menulis “MK akan memutuskan”.

“Masih ‘akan’, belum diputuskan,” tambahnya.

Lebih lanjut, Denny menegaskan bahwa tidak ada pembocoran rahasia negara dalam pesan yang dia sampaikan kepada publik.

Baca Juga  DPR Minta Pemerintah Jamin Kesehatan Para Pekerja Migran

Dia menegaskan bahwa rahasia putusan MK tentu ada di lembaga tersebut, sementara informasi yang dia peroleh bukan dari lingkungan MK, bukan dari hakim konstitusi maupun elemen lain di MK.

“Ini perlu saya tegaskan, supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan MK, padahal informasi yang saya dapat bukan dari pihak-pihak di MK,” ucapnya.

Dalam penjelasannya, Denny juga sempat menyinggung cuitan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD yang menggunakan frasa “info A1”. 

Denny meluruskan bahwa ia tidak menggunakan istilah “informasi dari A1” karena frasa tersebut mengandung makna informasi rahasia yang sering dari intelijen.

“Saya menggunakan frasa informasi dari ‘orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya’,” sanggahnya.

Mahfud MD meminta Polri dan MK mengusut dugaan kebocoran informasi soal putusan terkait sistem pileg. Pasalnya, kata Mahfud lewat akun Twitter resminya @mohmahfudmd, putusan MK belum dibacakan masih berstatus sebagai rahasia negara.

“Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah,” kata Mahfud.

Pernyataan Mahfud itu merupakan respons terhadap cuitan Denny Indrayana yang mengklaim dirinya mendapat informasi soal putusan MK terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.

banner 325x300