HeadlineInternasional

Raja Belanda: Beban Perbudakan di Masa Lalu Ditanggung Semua Rakyat Kami

166
×

Raja Belanda: Beban Perbudakan di Masa Lalu Ditanggung Semua Rakyat Kami

Share this article
jokowi raja belanda
jokowi-raja-belanda

G24NEWS.TV, JAKARTA – Raja Belanda Willem-Alexander menyatakan semua warga negerinya menanggung beban tanggung jawab atas tindakan leluhurnya melakukan perbudakan yang tidak manusiawi.

Karena itu permintaan maaf resmi pemerintah Belanda atas 250 tahun perbudakan adalah sebuah awal dari perjalanan panjang yang baru untuk kemajuan.

Raja Willem merespons pernyataan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte yang meminta maaf atas aktivitas perbudakan oleh negeri itu di masa lalu. Willem mengatakan permintaan maaf atas 250 tahun perbudakan belanda adalah sebuah awal dari perjalanan panjang yang baru.

“Dengan jujur menghadapi masa lalu kita bersama dan mengakui kejahatan terhadap kemanusiaan yakni perbudakan, kita meletakkan dasar untuk masa depan bersama,” ujar Willem di Istana Huin ten Bosch di Den Haag, Belanda, Minggu (25/12) dikutip CNN Indonesia dari AFP.

“Masa depan, di mana kita berdiri melawan semua bentuk modern dari diskriminasi, eksploitasi, dan ketidakadilan. Permintaan maaf yang ditawarkan oleh pemerintah [Belanda] adalah awal dari perjalanan panjang,” imbuhnya.

Perbudakan Belanda Kejahatan terhadap Kemanusiaan

Pada Senin (19/12) Perdana Menteri Belanda Mark Rutte secara resmi meminta maaf atas keterlibatan Belanda selama 250 tahun dalam perbudakan. Perbudakan itu dia sebut sebagai “kejahatan terhadap kemanusiaan”.

Belanda melakukan perbudakan di koloni-koloni luar negeri negara Eropa itu, termasuk Suriname dan pulau-pulau seperti Curacao dan Aruba di Karibia, dan Indonesia.

“Hari ini atas nama pemerintah Belanda, saya meminta maaf atas tindakan negara Belanda di masa lalu,” kata Rutte dalam pidatonya di Den Haag seperti dikutip AFP.

“Kami, yang hidup di sini dan sekarang, hanya bisa mengakui dan mengutuk perbudakan dalam istilah yang paling jelas sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan,” katanya.

Baca Juga  Airlangga Hartarto Layak jadi "Bapak Ekonomi Kerakyatan", Ini Tanggapan Golkar

Permintaan maaf Belanda disampaikan Rutte dalam pidatonya di Den Haag usai kabinetnya melakukan perjalanan ke tujuh bekas koloni Belanda di Amerika Selatan dan Karibia. Orang Indonesia juga dibawa ke Suriname oleh Belanda sebagai buruh kontrak pada abad ke-19.

“Selama berabad-abad, Belanda dan perwakilannya memfasilitasi, mendorong, melestarikan, dan mengambil keuntungan dari perbudakan,” kata Rutte.

Migrasi Paksa

“Selama berabad-abad, manusia dijadikan komoditas, dieksploitasi dan dilecehkan. Selama berabad-abad, di bawah otoritas negara Belanda, martabat manusia dilanggar dengan cara yang paling mengerikan,” lanjut  dia.

Perbudakan Belanda tercatat dilakukan pada pada 1814, saat lebih dari 600.000 perempuan, laki-laki, dan anak-anak Afrika yang diperbudak dikirim ke Suriname, Curaçao, St Eustatius, dan lokasi lain di benua Amerika “dalam kondisi yang menyedihkan” oleh perusahaan dagang pemerintah Belanda, kata Rutte.

Di Asia, antara 660.000 dan lebih dari satu juta orang diperdagangkan di wilayah-wilayah di bawah otoritas kantor dagang Belanda atau VOC yang berkantor pusat di Batavia, yang sekarang Jakarta, katanya.

“Jumlahnya tidak terbayangkan. Penderitaan manusia di baliknya, bahkan lebih tak terbayangkan,” katanya.

“Berbagai cerita telah dikisahkan, dan kesaksian saksi diberikan, membuktikan bahwa tidak ada batasan untuk kekejaman sistem budak yang sewenang-wenang,” tambah dia.

Agresi Militer Belanda di Indonesia

Pada Februari 2022, Rutte juga sudah menyatakan permintaan maaf kepada Indonesia atas kekerasan sistemik dan berlebihan selama upaya Belanda kembali menduduki Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan 1945. Temuan tersebut bertentangan dengan pandangan lama di Belanda bahwa pasukan Belanda hanya terlibat dalam “tindakan polisionil”.

Di Sulawesi Selatan dan Jawa Barat, tentara Kerajaan Hindia Belanda juga meluncurkan operasi anti-pemberontakan yang menyebabkan pembantaian antara tahun 1946 dan 1947. Di Sulawesi Selatan, pembantaian tersebut diperkirakan membawa korban dari 1.500 hingga 40.000 orang. Di Rawagede, Jawa Barat, pembantaian tentara Belanda membuat 500 orang tewas.

Baca Juga  Indonesia-Australia Perkuat Kerjasama Pertahanan Udara

Pada 2013, pemerintah Belanda untuk pertama kalinya menyampaikan penyesalan secara umum atas pembunuhan massal yang dilakukan pasukannya di Indonesia.

Pada 2020, dalam kunjungan ke Indonesia, Raja Belanda Willem-Alexander menyampaikan permintaan maaf mewakili pihak kerajaan untuk pertama kalinya atas “kekerasan berlebihan” yang dilakukan pasukan Belanda pada masa penjajahan dan perjuangan kemerdekaan di Indonesia.

“Pada tahun-tahun setelah Proklamasi, terjadi perpisahan yang menyakitkan yang memakan banyak korban jiwa,” kata Willem-Alexander, mengacu pada proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Belanda memang hanya mengakui kemerdekaan resmi Indonesia pada 27 Desember 1949 ketika terjadi penyerahan kedaulatan di Amsterdam dan Jakarta.

“Sejalan dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya oleh pemerintah saya, saya ingin menyatakan penyesalan dan permintaan maaf atas kekerasan yang berlebihan di pihak Belanda pada tahun-tahun itu,” katanya, “saya melakukannya dengan kesadaran penuh bahwa rasa sakit dan kesedihan keluarga yang terkena dampak terus dirasakan hingga sekarang.”

Desak Permintaan Maaf Resmi ke Indonesia

Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan jika benar-benar ingin meminta maaf, pemerintah Belanda seharusnya mengajukannya secara resmi pada Indonesia.

“Kalau dia memang itu (minta maaf), ajukan saja resmi ke pemerintah,” kata Ma’ruf.

Indonesia, kata Ma’ruf akan merespons permintaan maaf Belanda jika telah diajukan. Namun dia belum merinci apa kira-kira respons pemerintah Indonesia apabila permintaan resmi itu dilayangkan pemerintah Belanda.

 

 

banner 325x300