G24NEWS.TV, JAKARTA – Wakil Ketua Umum Partai Golkar Hetifah Sjaifudian menyatakan semua pihak harus menghormati hukum tata negara yang berlaku, di tengah polemik soal putusan PN Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU ulang tahapan Pemilu 2024.
Dikutip detikdotcom, pada Selasa (7/3), Hetifah mengatakan semua pihak tidak perlu berspekulasi tentang kemungkinan jadwal Pemilu 2024 diundur.
“Saya kira, kita semua tidak perlu berspekulasi. Semua taat ketatanegaraan” ujar Hetifah.
Dia menekankan undang-undang telah mengatur pemilu dilaksanakan satu kali dalam 5 tahun. Hetifah menambahkan, KPU juga sudah dan sedang mengorganisasikan tahapan Pemilu 2024 dan tidak ada hambatan yang mengancam jalannya pelaksanaan.
Hetifah mengatakan sudah menjadi tugas semua pihak untuk menyelesaikan apabila ada hambatan-hambatan tersebut.
“Kalaupun ada hambatan-hambatan, ya menjadi tugas kita semua anak bangsa saling ulur tangan untuk mengatasi semua hambatan. Begitu indahnya kita berbangsa dan bernegara. Semua saling dukung untuk suksesnya agenda negara” jelas Hetifah.
Seperti diketahui sebelumnya, isu Pemilu 2024 ditunda ramai dibicarakan. PN Jakarta Pusat telah ketok palu menyatakan penundaan Pemilu hingga 2025 pada Kamis (2/3) lalu.
Penundaan pemilu ini diputuskan berdasarkan putusan perdata yang diajukan Partai Prima dengan tergugat Komisi Pemilihan Umum (KPU). Presiden Joko Widodo pun telah memberikan pernyataan terkait hal ini. Presiden mengatakan pemerintah mendukung KPU untuk naik banding.
“Dan memang itu sebuah kontroversi yang menimbulkan pro dan kontra, tapi juga pemerintah mendukung KPU untuk naik banding” ujar Jokowi, dikutip dari Tempo.
Jokowi juga menegaskan pemerintah berkomitmen agar tahapan Pemilu 2024 terlaksana sesuai rencana. Penundaan Pemilu 2024 merupakan tindak lanjut dari gugatan perdata Partai Prima terhadap KPU. Partai Prima menggugat KPU karena tidak meloloskan partai tersebut pada proses verifikasi.
Tengku Oyong, Ketua Majelis Hakim dalam sidang gugatan perdata tersebut menilai KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, KPU dihukum untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu dan melaksanakannya dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari. KPU juga wajib membayar ganti rugi materiil senilai Rp500 juta.
Pertimbangan majelis hakim dalam putusan ini yaitu untuk memulihkan dan menciptakan keadaan yang adil. Selain itu, bertujuan untuk mencegah terjadinya kejadian lain akibat ketidakcermatan, ketidaktelitian, dan ketidakprofesionalan.