G24NEWS.TV, JAKARTA – Presiden VI Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai mengadopsi banyak pelajaran militer dari Presiden II RI Soeharto saat menjadi pemimpin dan mempertahankan kekuasaan.
Ilmu yang didapatkannya dari Soeharto, dianggap menjadi salah satu modal utama bagi SBY dalam Pemilu langsung pertama di era reformasi. Warisan Soeharto juga membawa SBY tetap mampu tetap mempertahankan elektabilitas salama dua periode menjadi Presiden.
“Sebagian sepertinya dia mengikuti Soeharto. Dia adalah salah satu murid Soeharto yang baik dalam arti dia mengambil beberapa ilmu-ilmu Soeharto untuk berkuasa,” jelas
Peneliti Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Muhammad Najib Azca, MA, PhD, seperti dilansir dari kutipan hasil wawancara dengan jurnalis merdeka.com di kediamannya, belum lama ini.
Muhammad Najib Azca mengatakan SBY tahu menempatkan posisi militer sebagai kapital, sebagai aset. Kemudian dia, dengan jejaring kemiliterannya mampu meraih kekuasaan.
SBY, jelasnya, lagi juga belajar dari Soeharto tentang bagaimana dia memilih orang-orang kepercayaannya untuk memperkuat kekuasaannya.
Sebagai ajudan Presiden, jelas Nazib, SBY memiliki banyak kesempatan untuk belajar karena memiliki akses yang lebih besar dari pejabat militer lain. Artinya, dia berada di lingkaran kekuasaan dan dekat dengan penguasa.
Bukan Fenomena Baru
Lebih jauh, Najib mengatakan apa yang dialami SBY bukan fenomena baru atau bukan fenomena kontemporer. Namun, kondisi itu telah terjadi pada periode sebelumnya.
“Bahwa banyak pejabat militer merupakan ajudan pada masa Presiden Soeharto, misalnya Wiranto, lalu ada Try Soetrisno yang menjadi Wakil Presiden, di mana sebelumnya menjadi ajudan presiden,” terangnya, tulis merdeka.com.
Memang menjadi ajudan presiden itu suatu keistimewaannya adalah dia berada dalam lingkaran paling inti dalam kepresidenan.
Ajudan Presiden, ujarnya, sehari-hari bisa sangat dekat secara fisik dan kemungkinan secara emosional, sehingga Presiden sangat mungkin memantau aktivitas atau juga kualitas dari ajudannya.
Dengan begitu, jika Presiden merasa cocok kemungkinan besar akan mendapatkan akses untuk lebih cepat mendapatkan promosi karena bagaimanapun promosi itu melibatkan Presiden.
“Apalagi dulu, dulu kuat sekali. Sedangkan saat ini sudah mending. Karena dulu masih sangat personal. Sekarang sudah lebih terstruktur,” terangnya.
Email: Nyomanadikusuma@G24 News
Editor: Lala Lala