HeadlineNasional

Peneliti: Golkar Dirancang Jadi Jalan Tengah Kebuntuan Ideologi Partai  

285
×

Peneliti: Golkar Dirancang Jadi Jalan Tengah Kebuntuan Ideologi Partai  

Share this article
peneliti dari University of New South Wales (UNSW) Australia Professor David Reeve
peneliti dari University of New South Wales (UNSW) Australia Professor David Reeve

G24NEWS.TV, JAKARTA – Golongan Karya atau Golkar sedari awal dirancang sebagai jalan keluar atas pertarungan ideologi partai politik di Indonesia pada dekade 1950-an oleh Presiden Soekarno, ujar peneliti dari University of New South Wales (UNSW) Australia Professor David Reeve, Selasa (28/3).

David Reeve yang juga menulis buku “Golkar, Sejarah yang Hilang” mengatakan Presiden Soekarno setelah Pemilu 1955 membawa ide untuk menggantikan partai-partai politik dengan golongan fungsional. Perwakilan golongan fungsional adalah dari golongan yang mempunyai “fungsi” di tengah masyarakat, seperti buruh, petani, wanita, pemuda, alim ulama, hingga pegawai pemerintah.   

“Pemilu 1955 tidak mewujudkan sistem kepartaian seperti yang diharapkan sebelumnya, dan sejak 1956 Bung mengadakan kampanye yang didukung oleh Angkatan Darat untuk membubarkan partai-partai,” ujar Reeve dialog publik bertemakan “Golkar & Partai Tengah: Dialektika Partai Golkar dalam Transformasi Politik” di Golkar Institute, Jakarta.

 Golkar ini lahir sebagai alternatif partai. Parlemen akan berdasarkan golongan-golongan yang berfungsi, tidak didasarkan pada ideologi-ideologi, yang pada tahun 1950-an, dianggap justru memecah belah Indonesia,” ujar dia. 

Pertarungan ideologi di Indonesia masuk hingga ke pelosok pedesaan pada 1954-1955 justru yang membahayakan Bangsa Indonesia, sehingga menurut Soekarno ideologi harus digantikan dengan golongan fungsional. 

Gagasan Soekarno tentang golongan fungsionil atau golongan karya ini menurut David Reeve bukan gagasan baru, namun sudah berakar dalam masyarakat Indonesia. Ki Hajar Dewantoro, menurut David Reeve menyebut bahwa Golongan Karya inilah yang dimaksud pada tahun 1940-an saat proses kemerdekaan dan penyusunan UUD. 

“Waktu saya membaca perdebatan tentang penyusunan UUD 45, saya harus setuju bahwa ide-ide di belakang Golongan Karya sudah ada dari Bung Karno, Ki Hajar Dewantara dan Soepomo, seorang ahli hukum,” ujar dia. 

Baca Juga  Prabowo: Saya Ingin Bangsa Indonesia Bermartabat dan Makmur

“Waktu Indonesia menjadi merdeka yang diinginkan bukan banyak partai, tapi satu partai negara atau staats partai dengan organisasi di dalamnya golongan-golongan yang kemudian disebut golongan fungsional,” lanjut dia. 

Menurut Soekarno dalam tulisan David Reeve, seorang petani bisa saja berbeda-beda, karena memiliki ideologi nasionalis, komunis maupun Islam. Golongan petani juga bisa dibedakan menurut asalnya, seperti Sumatera, Jawa maupun Sulawesi. Namun mereka tetap saja memiliki kesamaan identitas sebagai petani. 

Ide Soekarno, sistem perpolitikan seharusnya dibangun dari sesuatu yang menyatukan rakyat, bukan malah ideologi yang menjauhkan mereka satu sama lain.

Golkar Tetap Bertahan Pascareformasi 

Dalam perkembangannya, ide tentang Golongan Karya atau golongan fungsional dieksekusi oleh Angkatan Darat dengan membentuk Badan Kerjasama (BKS) pemuda, petani, pekerja, pers, wanita. Harapannya, golongan-golongan ini akan berkompetisi dengan partai politik saat pemilu. 

“Pada awal 1960-an, angkatan darat benar-benar mempelopori pembentukan kelompok Golkar seperti Kosgoro, SOKSI, MKGR yang anti-komunis dan ingin menggantikan konsep buruh dan karyawan,” ujar dia. 

Setelah 1965, Golongan Karya diambil alih oleh Soeharto sebagai penopang pemerintahan Orde Baru dan menjadi pemenang Pemilu sepanjang memerintah. 

Setelah keruntuhan Orde Baru, Golkar membalik prediksi banyak orang yang mengadang-gadang keruntuhan partai utama, tapi ternyata Golkar tetap eksis. 

“Muncul kehadiran Akbar Tanjung, tokoh dengan latar belakang Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), mampu mengubah wajah Partai Golkar. Dia membentuk Golkar yang baru. Orang-orangnya berbeda dengan Golkar sebelum tahun 1998,” ujar dia. 

Baca Juga  Pesona Indonesia, 5 Taman Nasional Indah Indonesia untuk Dijelajahi!

Bahkan, kata dia, pada era Reformasi, Golkar tidak hanya bertahan dan selamat, tetapi menjadi besar dalam kekuatan politik. “Golkar yang dianggap akan hilang karena sangat identik dengan orde baru, malah menjadi kekuatan besar dalam Pemilu di Indonesia,” ujar dia. “Selama Orde Baru, Golkar berhasil menciptakan mesin politik tercanggih di Indonesia,” lanjut dia. 

Golkar Harus Hidupkan Kebijakan yang Menyentuh Golongan dalam Masyarakat 

David Reeve menyarankan Partai Golkar membuat kebijakan-kebijakan yang menyentuh langsung kelompok dan golongan dalam masyarakat.

Golkar menurut dia bisa kembali pada konsep golongan-golongan karya dan menciptakan kebijakan spesifik yang lebih baik untuk golongan yang dinaunginya, seperti buruh, petani, wanita, pemuda dan sebagainya.

“Kalau ada kebijakan yang sangat bagus dari Golkar untuk kelompok golongan-golongan karya itu, saya kira pasti sangat menolong dalam Pemilu akan datang,” kata dia. 

Ketua Dewan Pengurus Golkar Institute Tb Ace Hasan Syadzily mengatakan apa yang disampaikan David Reeve tetap menjadi inspirasi Partai Golkar. Karena, sekalipun Golkar saat ini telah menjadi partai politik, harus tetap kembali kepada semangat dasarnya, sebagai kelompok masyarakat yang mendorong melalui golongan fungsional.

“Bagaimana mendorong golongan fungsional buruh, petani, karyawan, nelayan hingga profesi lainnya di Indonesia,” ujar dia. 

Sebagai partai tengah, Golkar tetap komitmen untuk mendukung segala bentuk pembangunan serta mensejahterakan para kelompok dan golongan fungsional di Indonesia.

 

 

banner 325x300