G24NEWS.TV, JAKARTA — Indonesia memasuki era baru setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi UU KUIHP pada Selasa (6/12) lalu.
Aturan baru ini akan berlaku tiga tahun dari tanggal disahkan, sebagai waktu sosialisasi dan pelatihan pada aparat penegak hukum agar implementasinya tidak melenceng.
KUHP Indonesia Pidana Peristiwa Penting bagi Indonesia
Anggota Komisi III DPR Supriansa pengesahan RKUHP adalah peristiwa penting dan bersejarah bangsa Indonesia. KUHP baru ini adalah hasil kerja untuk mengganti produk warisan kolonial dengan produk buatan anak bangsa Indonesia.
“UU KUHP lama adalah aturan dari warisan kolonial yang sudah dipakai 76 tahun. Banyak yang tidak relevan dengan situasi masyarakat dan perkembangan zaman, “ ujar Supriansa yang merupakan anggota Fraksi Partai Golkar ini, di Jakarta, Rabu (7/12).
KUHP baru ini menurut dia merupakan rekodifikasi dan upaya menjawab perkembangan masyarakat. Misi yang ada dalam RUKHP baru adalah dekolonialisasi, demokratisasi, harmonisasi dan konsolidasi hukum pidana, ujar dia.
KUHP Indonesia Dibahas sejak Presiden SBY
KUHP yang baru disahkan ini terdiri atas 624 pasal, lebih banyak dari KUHP warisan kolonial yang berisi k569 pasal.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan pembahasan RUU KUHP sudah dibahas sejak sejak periode pemerintahan Presiden SBY pada 2012 dan berlanjut masa pemerintahan Presiden Jokowi pada 2015.
KUHP baru ini menurut dia membawa pembaharuan hukum pidana di Indonesia, seperti adanya perluasan hukuman pokok, tidak hanya denda dan penjara tapi juga pengawasan serta kerja sosial.
Hukuman Mati
Selain itu, KUHP baru juga tidak mengeluarkan hukuman mati dari pidana pokok. Hukuman mati hanya menjadi hukuman alternatif setelah melalui masa percobaan 10 tahun.
“Pemerintah menghormati perbedaan pendapat yang masih ada terkait RKUHP dan mempersilakan jika ada yang mengajukan uji materi ke MK,” ujar dia.
Sempat Walkout
Pengesahan KUHP baru ini sempat diwarnai aksi walkout oleh PKS setelah interupsi juru bicaranya Iskan Qolba Lubis tidak diterima pemimpin rapat Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad.
Iskan memberikan catatan keberatan atas Pasal 218 RKUHP yang mengatur penyerangan kehormatan presiden/wakil presiden dan Pasal 240 RKUHP tentang penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara.
”Saya akan mengajukan ke MK soal dua pasal ini,” ujar Iskan.
Fraksi Partai Demokrat mendukung pengesahan RKHUP dengan catatan, juga dalam pasal penghinaan terhadap presiden.
“Jangan sampai mengkriminalisasi dan mereduksi hak-hak masyarakat,” ujar Santoso mewaliki Fraksi Demokrat.
Dipersilahkan Gugat Mahkamah Konstitusi
Supriansa mengatakan jika masyarakat merasa ada kekurangan dari KUHP ini, maka dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK). DPR menurut dia memberikan ruang pada siapa saja yang ingin mengambil langkah judicial review.
“Dengan adanya KUHP mencerminkan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang demokrasi,” ujar dia.
“Bagi kawan-kawan yang keberatan dengan sejumlah poin, ya silahkan mengajukan ke MK dan nanti di sana kita akan bertemu kembali,” lanjut dia.
Saat ini kata dia lebih baik bersyukur karena Indonesia sudah mempunyai hukum buatan anak bangsa dan bukan lagi warisan pemerintah kolonial.