G24NEWS.TV, JAKARTA – Partai politik di Indonesia harus mempunyai formula khusus mendekati anak muda untuk bisa merebut hati mereka pada Pemilu 2024, mulai dengan strategi penggunaan teknologi digital, mencalonkan figur politisi muda inspiratif, hingga memberikan contoh perilaku yang bisa menjadi teladan.
Hal tersebut mengemuka dalam esai-esai yang menjadi pemenang “Golkar Institute Essay Competition” yang diumumkan Selasa (14/2) malam. Ini adalah lomba penulisan essay untuk mahasiswa S-1 di Indonesia dengan tema, Menyongsong Pemilu 2024, Bagaimana Partai Politik Harus Bertransformasi?”
Sebagian besar esai tersebut sepakat bahwa anak muda, terutama Gen Z cenderung tidak menaruh minat pada politik, bahkan cenderung menjauhi. Mereka menganggap bahwa politik adalah dunia para orang tua yang tidak sesuai dengan aspirasi.
Lihat postingan ini di Instagram
Padahal di sisi lain, jumlah anak muda yang sudah memiliki hak pilih pada Pemilu 2024 mendatang sangat besar, bahkan cenderung dominan. Berdasarkan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 318,9 juta jiwa pada 2024.
Dari jumlah itu, sebanyak 21,73 juta penduduk berusia 15-19 tahun. Sebanyak 21,94 juta penduduk berada di rentang usia 20-24 tahun. Kemudian, penduduk berusia 25-29 tahun dan 30-34 tahun masing-masing sebanyak 21,73 juta orang dan 21,46 juta orang. Sebanyak 21,04 juta orang berada di rentang umur 35-39 tahun.
Dengan demikian, Pemilu 2024 akan didominasi oleh generasi Z dan milenial yang berada di rentang usia 17-39 tahun. Jumlah kedua generasi tersebut mendekati 60% dari total pemilih.
Masukan Anak Muda pada Partai Politik

Lomba ini dimenangkan oleh Marcella, mahasiswa jurnalistik di Universitas Multimedia Nusantara dengan judul esai, “Partai Politik Melek Anak Muda Jangan Sekedar Jargon”. Kemudian juara kedua adalah Bilal Adi Jaya, mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan judul Jurus “Jitu Partai Politik Dalam Menggaet Hati Anak Muda Menuju Pemilu 2024” Juara ketiga adalah Najwa Mutiara Alia, mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang dengan judul ” Digitalisasi Partai Politik: Menjadi Partai Modern yang Ramah Dengan Generasi Digital Native”.
Dalam paparan singkatnya, Marcella banyak kegelisahan anak muda yang seharusnya bisa diolah menjadi program-program kerja oleh partai politik. Namun anak-anak muda ini cenderung tidak mau mendiskusikan kegelisahannya dengan partai politik. Mereka menuangkannya dalam bentuk curahan hati (curhat) di media sosial atau rekan sebayanya.

“Karena itu partai politik harus bisa riding the wave, atau memanfaatkan tren untuk mendekati anak muda. Misalnya dengan menggunakan pop culture,” ujar dia.
Hal-hal itu, menurut dia bisa menjadi jembatan agar partai politik mendapatkan simpati dari anak muda dan akhirnya merumuskan program yang benar-benar aspirasi mereka.
Sedangkan Bilal mengatakan partai harus bisa mengoptimalkan potensi para politisi muda karena mereka punya sensitivitas untuk mencermati apa yang terjadi di kalangan anak muda dan menuangkan dalam program-program politik.

Selain itu partai juga bisa memberi teladan, luwes dan tidak banyak melakukan hal-hal tidak substansial. “Namun yang jelas partai harus bisa melakukan pendidikan politik yang lebih inklusif, melibatkan lebih banyak anak muda tanpa memandang latar belakangnya,” ujar dia.
Sementara Najwa mengungkapkan pentingnya digitalisasi partai politik baik dalam manajemen organisasi seperti rekrutmen terbuka dan melakukan aksi-aksi branding digital.
“Anak muda cenderung menganggap parpol didominasi kaum tua yang old fashion. Padahal di sisi lain digital native sudah mulai masuk politik elektoral sehingga jika tidak dikelola bisa membuat ancaman golput yang besar,” ujar dia.
Waktunya Partai Politik Garap Anak Muda

Ace Hasan Syadzily, Ketua Dewan Pengurus Golkar Institute, mengatakan ada ribuan mahasiswa yang berminat mengikuti lomba ini sejak dibuka Oktober tahun lalu. Ada 952 esai yang diserahkan dan 427 yang lolos seleksi. Kemudian dari jumlah tersebut diseleksi 18 esai terbaik.
“Sudah lama Golkar Institute ingin hadir di kampus-kampus, melibatkan mahasiswa untuk memberi masukan dan aspirasi tentang bagaimana partai politik harus bertransformasi,” ujar dia.
Menurut dia, banyak kritik dan masukan dari anak muda yang harus didengarkan untuk menjadi dasar program transformasi Partai Golkar menjadi partai yang adaptif dengan perubahan.
“Regulasi tidak mengizinkan partai politik masuk kampus, tapi ini cara kita untuk mendekati mahasiswa,” ujar dia.
Menurut dia, esai yang diterima sangat menarik dengan beragam masukan dan saran konstruktif yang dapat kita pelajari untuk diterapkan ke depan dalam agenda transformasi Partai Golkar.
Esai-esai ini juga membahas beragam topik yang menjadi perhatian anak muda; pemanfaatan platform digital, pendidikan politik, pemberdayaan peran perempuan, komunikasi politik, lingkungan, kaderisasi, sistem rekrutmen partai, kampanye politik di era transformasi dan lainnya.
“Program Essay Competition ini akan terus kami lanjutkan,” ujar dia.

Sekjen Partai Golkar Lodewijk Paulus mengatakan Pemilu 2024 mengatakan tingkat literasi Indonesia masih rendah sekitar 0,001 persen, artinya dari 1.000 orang hanya ada satu orang yang rajin membaca dan menulis.
“Ini program yang baru buat partai politik bagaimana caranya mereka mendapat informasi untuk menggaet anak muda. Nah, dari beberapa peserta tadi yang memberikan presentasi, sudah bisa kita menarik gambaran apa yang kita harus lakukan (untuk mendekati anak muda),” ujar dia.
Lodewijk mendapatkan pelajaran penting yaitu mendekati anak muda dengan menggunakan fasilitas digital, dengan media sosial karena 73% dari anak muda aktif di media sosial.
“Tinggal narasi apa yang harus disampaikan. Tadi mereka sudah katakan, ada yang mendekati secara agama, mendekati dengan teknologi digital, dengan isu-isu diangkat,” ujar dia.
“Harus diingat oleh Partai Golkar, bahwa 50 persen pemilih Pemilu 2024 adalah pemilih pemula. Masih ada waktu 364 hari lagi untuk menggarap mereka,” ujar dia.